DRAMA GONG DALAM PANGGUNG PERTUNJUKAN KESENIAN BALI DI ERA GLOBAL
Main Article Content
Abstract
Abstract
Penelitian ini mengangkat topik “Drama gong dalam panggung pertunjukan kesenian Bali di era global”. Keterpinggiran yang sedang dialami drama gong dewasa ini dikaji secara mendalam dengan teori-teori budaya kritis seperti: teori hegemoni, dekonstruksi, dan semiotika. Bentuk penelitian kajian budaya (culture studies) ini dirancang sebagai penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa drama gong di era global memang benar masih terpinggirkan dari panggung pertuntukan kesenian Bali. Faktor internal dan eksternal yang menyebabkan keterpinggiran itu antara lain; sekaa drama gong tersebut tidak dikelola dengan manajemen seni profesional, menjamurnya genre budaya populer yang lebih menarik bahkan mudah diperoleh masyarakat secara langsung melalui media masa elektronik. Kondisi drama gong di Bali benar-benar sangat memprihatinkan. Minat masyarakat untuk menonton pertunjukannya relatif sangat kecil. Oleh karena itu, maka pementasannya di panggung pertunjukan kesenian Bali menjadi sangat jarang, apalagi grup-grup terpopuler teater ini sudah membubabarkan diri. Efek dari keterpinggiran drama gong selama ini adalah memudarnya gairah beraktivitas dan kreativitas berkesenian masyarakat di bidang drama gong. Perolehan finansial bagi para pelaku bahkan pionir drama gong di Bali menjadi menipis, serta redupnya salah satu media pendidikan nonformal yang sarat budi pekerti sebagai penerus nilai-nilai luhur budaya Bali.
Kata Kunci: Keterpinggiran, Drama gong, Panggung Pertunjukan Kesenian Bali
Abstract
This research raised the topic “Drama gong on the stage of Balinese art performances in the global era”. The marginalization which is currently being experienced by drama gong is the deeply studied by critical cultural theories such as: the theory of hegemony, deconstruction, and semiotics. This form of cultural studies is designed as a qualitative research with a phenomenological approach. The result of this research showed that drama gong has truly been being marginalized from the stage of Balinese art performances. The internal and external factor which result in that marginalization are including; Sekaa drama gong which is not manage by professional art management, the proliferetion of more interesting popular culture genres which are even easily accessed directly by public through electronic mass media. Drama gong condition in Bali is truly alarming, people’s interest in watching the shows is relatively very small. Therefore, its performances on Balinese art performances stage are very rare, moreover these most popular groups in the theater have already disbanded. The effect of drama gong marginalization during this time is the warning of people’s passion in art creativity and activity in the field of drama gong. The financial gain for the perpetrators and even the drama gong pioneers in Bali is depleting, and the dimming of one of the non-formal education media which is full of characters that become the successor of Balinese culture noble values.
Key words: Marginalized, Drama gong, Bali art performance stage.
Penelitian ini mengangkat topik “Drama gong dalam panggung pertunjukan kesenian Bali di era global”. Keterpinggiran yang sedang dialami drama gong dewasa ini dikaji secara mendalam dengan teori-teori budaya kritis seperti: teori hegemoni, dekonstruksi, dan semiotika. Bentuk penelitian kajian budaya (culture studies) ini dirancang sebagai penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa drama gong di era global memang benar masih terpinggirkan dari panggung pertuntukan kesenian Bali. Faktor internal dan eksternal yang menyebabkan keterpinggiran itu antara lain; sekaa drama gong tersebut tidak dikelola dengan manajemen seni profesional, menjamurnya genre budaya populer yang lebih menarik bahkan mudah diperoleh masyarakat secara langsung melalui media masa elektronik. Kondisi drama gong di Bali benar-benar sangat memprihatinkan. Minat masyarakat untuk menonton pertunjukannya relatif sangat kecil. Oleh karena itu, maka pementasannya di panggung pertunjukan kesenian Bali menjadi sangat jarang, apalagi grup-grup terpopuler teater ini sudah membubabarkan diri. Efek dari keterpinggiran drama gong selama ini adalah memudarnya gairah beraktivitas dan kreativitas berkesenian masyarakat di bidang drama gong. Perolehan finansial bagi para pelaku bahkan pionir drama gong di Bali menjadi menipis, serta redupnya salah satu media pendidikan nonformal yang sarat budi pekerti sebagai penerus nilai-nilai luhur budaya Bali.
Kata Kunci: Keterpinggiran, Drama gong, Panggung Pertunjukan Kesenian Bali
Abstract
This research raised the topic “Drama gong on the stage of Balinese art performances in the global era”. The marginalization which is currently being experienced by drama gong is the deeply studied by critical cultural theories such as: the theory of hegemony, deconstruction, and semiotics. This form of cultural studies is designed as a qualitative research with a phenomenological approach. The result of this research showed that drama gong has truly been being marginalized from the stage of Balinese art performances. The internal and external factor which result in that marginalization are including; Sekaa drama gong which is not manage by professional art management, the proliferetion of more interesting popular culture genres which are even easily accessed directly by public through electronic mass media. Drama gong condition in Bali is truly alarming, people’s interest in watching the shows is relatively very small. Therefore, its performances on Balinese art performances stage are very rare, moreover these most popular groups in the theater have already disbanded. The effect of drama gong marginalization during this time is the warning of people’s passion in art creativity and activity in the field of drama gong. The financial gain for the perpetrators and even the drama gong pioneers in Bali is depleting, and the dimming of one of the non-formal education media which is full of characters that become the successor of Balinese culture noble values.
Key words: Marginalized, Drama gong, Bali art performance stage.
Article Details
How to Cite
Putera Semadi, A. A. G. (2019). DRAMA GONG DALAM PANGGUNG PERTUNJUKAN KESENIAN BALI DI ERA GLOBAL. Widya Accarya, 10(2). https://doi.org/10.46650/wa.10.2.768.%p
Section
Articles
An author who publishes in the Widya Accarya agrees to the following terms:
- Author retains the copyright and grants the journal the right of first publication of the work simultaneously licensed under the Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 License that allows others to share the work with an acknowledgement of the work's authorship and initial publication in this journal
- Author is able to enter into separate, additional contractual arrangements for the non-exclusive distribution of the journal's published version of the work (e.g., post it to an institutional repository or publish it in a book) with the acknowledgement of its initial publication in this journal.
- Author is permitted and encouraged to post his/her work online (e.g., in institutional repositories or on their website) prior to and during the submission process, as it can lead to productive exchanges, as well as earlier and greater citation of the published work (See The Effect of Open Access).
Read more about the Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 Licence here: https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/.
References
Abdulah, Irwan, Wening Udasmoro, dan Hasse J. Ed. 2009. Dinamika Masyarakat dan Kebudayaan Kontemporer, Yogyakarta: Tici Publications.
Adhin, Alfathri, Ed. 2006. Resistensi Gaya Hidup: Teori dan Realitas. Yogyakarta: Anggota IKAPI.
Ager, Ben, 2009. Teori Sosial Kritis, Kritik, Pencapaian dan Implikasinya. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Alatas, A. Fahmi. 1997. Bersama Televisi Merenda Wajah Bangsa. Jakarta: Yayasan Pengkajian Komuniaksi Masa Depan.
Amir Piliang, Yasraf. 1999. Hiper Realitas Kebudayaan. Yogyakarta: LKIS.
, 2011. Dunia yang Dilipat: Tamasya Melampaui Batas-Batas Kebudayaan. Bandung: Matahari.
Ardhana, I Gusti Gede. 2007. Pemberdayaan Kearifan Lokal Masyarakat Bali Dalam Menghadapi Budaya Global. Denpasar: Fakultas Sastra Universitas Udayana.
Bandem, I Made. 1992. “Peranan Seniman Dalam Masyarakat”. Dalam Kongres Kebudayaan, Kebudayaan Nasional: Kini dan di Masa Depan 1991. Depdikbud: Proyek Penelitian Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya.
, dan Murgiyanto, Sal. 1996. Teater Daerah Indonesia. Yogyakarta: Kanisius.
Bourdieu, Pierre. 2010. Arena Produksi Kultural Sebuah Kajian Sosiologi Budaya. Perum Sidorejo Bumi Indah (SBI) Blok F. 155: Kreasi Wacana.
Brockett, Askar, G. 1987. History of Theatre. Boston: Allyn and Bacon, inc.
Bungin, Burham. 2001. Erotik Media Massa. Surakarta: Muhamadiyah University Press.
Copra, Fritjop. 2000. Titik Balik Peradaban, Sains Masyarakat dan Kebangkitan Kebudayaan. Yogyakarta: Yayasan Banteng Budaya.
Caverrubios, Miquel. 1936. ”The Theatre in Bali. Theatre Arts Monthly 20. (T.39): 575-654 New York : Theatre Arts inc.
Craib,Lan. 1984. Teori-Teori Sosial Modern Dari Parson Sampai Habermas. Jakarta: Rajawali.
Darma Putra, Nyoman. 1998. “Kesenian Bali di Panggung Elektronik: Perbandingan Acara Apresiasi Budaya RRI dan TVRI Denpasar”. Dalam Mudra, Jurnal Seni Budaya No. 6 Th. VI. Denpasar: STSI.
Deboer, E. 1996. “Two Modern Balinese Theatre in Bali : Sendratari and Drama gong”, dalam Being Modern in Bali, Image and Change, Editor A. Vickers, monograph 43/Jule Southeast Asia Studies.
Denny, I.A. 1986. Transformasi Masyarakat Indonesia. Jakarta: FHUI.
Dibia, Wayan. 1995. “Dari Wacak ke Kocak: Sebuah Catatan Terhadap Perubahan Seni Pertunjukan Bali”, dalam Mudra, Jurnal Seni Budaya No 3/III. Denpasar: STSI.
Panji, I.G.B.N. 1988. “Drama gong Bali: Dulu dan Kini”, dalam Puspanjali Persembahan untuk Prof. Dr. Ida Bagus Mantra. Denpasar: CV. Kayumas.
Adhin, Alfathri, Ed. 2006. Resistensi Gaya Hidup: Teori dan Realitas. Yogyakarta: Anggota IKAPI.
Ager, Ben, 2009. Teori Sosial Kritis, Kritik, Pencapaian dan Implikasinya. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Alatas, A. Fahmi. 1997. Bersama Televisi Merenda Wajah Bangsa. Jakarta: Yayasan Pengkajian Komuniaksi Masa Depan.
Amir Piliang, Yasraf. 1999. Hiper Realitas Kebudayaan. Yogyakarta: LKIS.
, 2011. Dunia yang Dilipat: Tamasya Melampaui Batas-Batas Kebudayaan. Bandung: Matahari.
Ardhana, I Gusti Gede. 2007. Pemberdayaan Kearifan Lokal Masyarakat Bali Dalam Menghadapi Budaya Global. Denpasar: Fakultas Sastra Universitas Udayana.
Bandem, I Made. 1992. “Peranan Seniman Dalam Masyarakat”. Dalam Kongres Kebudayaan, Kebudayaan Nasional: Kini dan di Masa Depan 1991. Depdikbud: Proyek Penelitian Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya.
, dan Murgiyanto, Sal. 1996. Teater Daerah Indonesia. Yogyakarta: Kanisius.
Bourdieu, Pierre. 2010. Arena Produksi Kultural Sebuah Kajian Sosiologi Budaya. Perum Sidorejo Bumi Indah (SBI) Blok F. 155: Kreasi Wacana.
Brockett, Askar, G. 1987. History of Theatre. Boston: Allyn and Bacon, inc.
Bungin, Burham. 2001. Erotik Media Massa. Surakarta: Muhamadiyah University Press.
Copra, Fritjop. 2000. Titik Balik Peradaban, Sains Masyarakat dan Kebangkitan Kebudayaan. Yogyakarta: Yayasan Banteng Budaya.
Caverrubios, Miquel. 1936. ”The Theatre in Bali. Theatre Arts Monthly 20. (T.39): 575-654 New York : Theatre Arts inc.
Craib,Lan. 1984. Teori-Teori Sosial Modern Dari Parson Sampai Habermas. Jakarta: Rajawali.
Darma Putra, Nyoman. 1998. “Kesenian Bali di Panggung Elektronik: Perbandingan Acara Apresiasi Budaya RRI dan TVRI Denpasar”. Dalam Mudra, Jurnal Seni Budaya No. 6 Th. VI. Denpasar: STSI.
Deboer, E. 1996. “Two Modern Balinese Theatre in Bali : Sendratari and Drama gong”, dalam Being Modern in Bali, Image and Change, Editor A. Vickers, monograph 43/Jule Southeast Asia Studies.
Denny, I.A. 1986. Transformasi Masyarakat Indonesia. Jakarta: FHUI.
Dibia, Wayan. 1995. “Dari Wacak ke Kocak: Sebuah Catatan Terhadap Perubahan Seni Pertunjukan Bali”, dalam Mudra, Jurnal Seni Budaya No 3/III. Denpasar: STSI.
Panji, I.G.B.N. 1988. “Drama gong Bali: Dulu dan Kini”, dalam Puspanjali Persembahan untuk Prof. Dr. Ida Bagus Mantra. Denpasar: CV. Kayumas.