PEMBANGUNAN PELINGGIH SURYA
Abstract
Pada dasarnya pulau bali mempunyai banyak kebudayaan,adat istiadat,kebiasaan-keiasaan yang berbeda disetiap wilayah mengikuti desa kala patra. Akan tetapi ada banyak hal yang tidak bisa lepas dan mempunyai ikatan serta merupakan sebuah keharusan bagi masyarakat bali khususnya yang beragama hindu yaitu mempunyai tempat suci di masing-masing rumah yang disebut merajan (pelinggih).dan dilengkapi dengan pelinggih surya yang merupakan stana dari bhatara surya atau siwa raditya yang menjaga kestabilan dan keseimbangan pekarangan rumah biasanya berbentuk padma yang berada ditengah natah rumah yang pada umumnya dibali disebut; Pelinggih pengijeng karang/ sebagai penjaga (Surya natah/ yang menyinari). Pelinggih Surya ini sebagai simbolis yang digunakan untuk menghaturkan sesaji yang dipersembahkan kepada Betara surya(dewa matahari) sang hyang surya/siwa raditya sebagai saksi segala kegiatan manusia khususnya spiritual( yadnya). Sistem pemujaan dewa matahari disebut surya sewana dilakukan pada waktu matahari terbit dan matahari terbenam menjadi ciri penganut sekta sora. Setiap ritual agama dibali selalu dilakukan pemujaan terhadap dewa surya sebagai dewa yang memberikan persaksian bahwa seorang telah melakukan yadnya busana(wastra)yang digunakan dalam pelinggih surya yaitu;kain berwarna putih sebagai simbul kesucian,Bebantenan (upakara) yang dipersembahkan di pelinggih surya yaitu; tegteg daksina dan runtutanya canang ketipat kelanan. Dalam hal pembangunan tempat suci kita sebagai warga masyarakat bali yang beragama hindu khususnya mempunyai tanggung jawab serta kewajiban untuk menjaga, melestarikan dan mempertahankan nilai-nilai dan norma adat isitiadat bali yang merupakan kebudayaan dan warisan leluhur dari generasi ke generasi. Dan untuk lebih memahami tentang arti dan fungsi dari keberadaan pelinggih surya tentunya kita sebagai generasi harus mencari iformasi yang akurat mengenai pelinggih surya yaitu dengan mencari literatur,melukan observasi serta melakukan perbandingan dibeberapa tempat,dan mencari penjelasan kepada yang berkompeten dan dapat dipercaya dalam permasalahan ini seperti, Pedanda,Undagi,Tukang Banten dll.References
Bappeda tingkat I Bali dan Universitas Udayana. 1982, Pengembangan Arsitektur Tradisional Bali untuk Keserasian Alam Lingkungan, Sikap Hidup, Tradis dan Teknologi. Denpasar: Bappeda Tingkat I Bali.
Dwijendra. N. K. Acwin 2008. Arsitektur Rumah Tradisional Bali, Udayana University Press, halaman: 121.
Dwijendra. N. K. Acwin 2009. Arsitektur & Kebudayaan Bali Kuno: Udayan University Press; Denpasar Bali.
Gelebet, I Nyoman. Dkk. 1986. Arsitektur Tradisional Daerah Bali. Denpasar.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Inventarisasi dan Dokumen Kebudayaan Daerah.
Gelebet, I Nyoman. 1984. Arsitektur Rumah Tradisional Bali. Penerbit Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.