Kedudukan Duda Dalam Putusnya Perkawinan Nyeburin (Tinjauan Sosiologis di Desa Pakraman Budaga, Kabupaten Klungkung, Bali)
Abstract
Secara umum, beberapa keinginan yang mempertahankan pernikahan mereka selamanya, mereka dapat hidup bersama dalam kondisi yang harmonis dan damai sesuai dengan perceraian tidak. Namun sebagai soal fakta, pernikahan mereka berharap di atas yang patah. Dalam Pasal 38 No.1/1974 peraturan mengenai menikah menekankan bahwa itu dapat menjadi patah karena: (i) meninggal, (ii) perceraian dan (iii) pengadilan putusan.Kajian ini menggunakan pendekatan sosiometri yuridis yang memverifikasi masalah dalam aspek hukum (Peraturan No. 1/1974 mengenai pernikahan). Sementara pendekatan sosiologis adalah pengamatan di melafalkan bidang fakta-fakta dengan menggunakan teknik pengolahan data analisis secara kualitatifHal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa: "duda posisi dalam mengemukakan nyeburin di Budaga village kustom adalah kembali ke keluarganya (mulih deha) karena dalam perkawinan nyeburin, suami memiliki status pranadala wanita dan yang akibatnya pada peraturan kekayaan bersama dalam perkawinan nyeburin (perceraian keputusan pengadilan) sepenuhnya menjadi nya mantan istri jika sisi suami tidak mengklaim kekayaan bersama dengan alasan cocok.
Published
2014-08-17
How to Cite
Dyatmikawati, P. (2014). Kedudukan Duda Dalam Putusnya Perkawinan Nyeburin (Tinjauan Sosiologis di Desa Pakraman Budaga, Kabupaten Klungkung, Bali). Widyasrama, 23(1). Retrieved from http://ejournal.undwi.ac.id/index.php/widyasrama/article/view/355
Section
Articles