TINJAUAN YURIDIS SANKSI PIDANA TERHADAP PENISTAAN AGAMA
Abstract
Masalah yang diuraikan dalam penelitian ini yaitu mengenai, bagaimana mekanisme penyelidikan dan penyidikan terhadap pelaku penistaan agama dan apakah akibat hukum bagi pelaku penistaan agama. Tujuan dari penulisan karya tulis ini adalah untuk mengetahuibagaimana mekanisme penyellidikan dan penyidikan terhadap pelaku penistaan agama dan apakah akibat hukum bagi pelaku penistaan agama. Metode penulisan yang digunakan yakni penelitian hukum normatif. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu mekanisme yang diambil penyelidik dalam melakukan penyelidikan yaitu penyelidik mengetahui terjadinya peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana, penyelidik menerima laporan atau pengaduan,penyelidik menerima penyerahan tersangka yang tertangkap tangan, sedangkan mekanisme penyidikan yaitu setelah selesai dilakukan penyelidikan maka penyidik berhak melakukan pemeriksaan terhadap tersangka, pengajuan keberatan atas penahanan penyidik, pengajuan pemeriksaan penahanan kepada praperadilan, pengajuan saksi yang meringankan, pemeriksaan terhadap saksi, keterangan saksi yang bernilai alat bukti, pemeriksaan terhadap ahli. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan Akibat hukum dalam kasus penistaan agama yaitu akan dikenakan sanksi sesuai dengan aturan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 PNPS Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama, maka dalam KUHP ditambahkan Pasal 156a untuk menjerat tindak pidana penodaan agama. Dalam kasus yang Penulis analisis seharusnya Jaksa Penuntut Umum menggunakan dakwaan kumulatif dengan tetap memilih Pasal 156a huruf a KUHP Sesuai dengan Pasal 156 dan atau Pasal 156a KUHP, pelaku penistaan agama dapat dijatuhi sanksi pidana penjara maksimal selama 5 tahun. Akan tetapi dalam penerapannya sering kali berbanding terbalik, ada hakim yang menjatuhkan sanksi pidana penjara ringan dan ada juga yang berat. Hal ini seharusnya sudah dipahami terlebih dahulu dari pihak penyidik kepolisian sebelum mengenakan pasal dalam KUHP dan patut diketahui dimana seorang pelaku penistaan agama dapat dikatakan menistakan agama sehingga dikenakan pasal 156 dan dimana dikatakan menistakan agama secara spesifik/khusus sehingga dikenakan pasal 156a KUHP.Kata kunci : Tindak Pidana penistaan agama, Tujuan pemidanaan kasus penistaan agama.References
Atang, R.Ranoemihardja, 1976, Hukum Acara Pidana, Penerbit Tarsito, Bandung.
Hamzah, Andi,2015. Delik – Delik Tertentu (Speciale Delicten) Di Dalam KUHP, Sinar Grafika, Jakarta.
Lamintang, 1997, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Cet. III, Penerbit PT Citra Aditya Bakti, Bandung.
M. Yahya Harahap, 2002, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP, Penyidikan dan Penuntutan, Cet. VII, Sinar Grafika, Jakarta.
Muchsan, 1982, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Liberty, Yogyakarta
Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, 1982, Perihal Kaidah Hukum, Penerbit Alumni, Bandung.
Soerjono Soekanto. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI
Wirjono Prodjodikoro, 1986, Asas-Asas hukum Pidana Indonesia, Bandung: Eresco.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Republik Indonesia Pasal 156 dan 156a tentang Penodaan Agama.