TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PERALIHAN HAK ATAS TANAH YANG DIDASARKAN PADA SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK TERHUTANG
Abstract
Tanah adalah tempat pemukiman dari umat manusia disamping sebagai sumber penghidupan bagi mereka yang mencari nafkah melalui pertanian serta pada akhirnya tanah pulalah yang dijadikan tempat persemayaman terakhir bagi seorang yang meninggal dunia.. Tanah yang disebut dengan permukaan bumi ini dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh orang-orang yaitu dengan pemberian hak-hak yang telah diatur dalam Undang-Undang yang disebut dengan hak atas tanah. Hak atas tanah adalah hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha dan hak pakai. Salah satu perbuatan hukum peralihan hak milik atas tanah ialah dengan jual beli tanah. Dalam kaitannya dengan jual beli tanah terdapat syarat subjektif dan syarat objektif yang harus dipenuhi. Peralihan hak atas tanah tentunya memerlukan bukti berupa sertipikat. Salah satu syarat objektif yang harus dipenuhi yaitu Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT). SPPT bukanlah bukti kepemilikan atas suatu tanah. SPPT merupakan tagihan pajak atas tanah yang bersangkutan. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan yang hendak diangkat dalam penulisan ini yaitu(1) Bagaimanakah langkah-langkah peralihan hak atas tanah berdasarkan pada SPPT? dan(2) Bagaimanakah kedudukan SPPT dalam peralihan hak atas tanah? Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dikualifikasikan sebagai penelitian hukum normatif. Adapun penelitian hukum normatif mencakup penelitian terhadap sistematika hukum, penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum, penelitian sejarah hukum dan penelitian perbandingan hukum. Pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan, pendekatan konsep, dan pendekatan analitis.Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa (1) Peralihan hak atas tanah dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu peralihan hak atas tanah yang berdasarkan pewarisan, peralihan hak atas tanah berdasarkan hibah, dan peralihan hak atas tanah berdasarkan jual beli. Pada setiap proses peralihan hak atas tanah tersebut selalu membutuhkan adanya SPPT Pajak sebagai objek pajak yang dibebankan atas tanah tersebut. (2) Kedudukan SPPT dalam peralihan hak atas tanah hanya sebagai salah satu syarat untuk mengurus peralihan hak atas tanah bukan merupakan bukti kepemilikan hak atas tanah. Tanda bukti hak atas tanah dan bangunan yang sah adalah sertifikat sedangkan SPPT-PBB untuk menentukan atas objek pajak tersebut dibebankan pajak yang harus dibayarkan kepada Negara oleh pemiliknya. Adapun saran yang dapat diberikan yaitu sebagai berikut: Bagi masyarakat hendaknya selalu melakukan balik nama atas SPPT PBB apabila melakukan peralihan hak atas tanah baik melalui jual beli, pewarisan maupun hibah. Hal ini untuk lebih memberikan jaminan kepastian hukum terkait dengan sahnya proses peralihan hak atas tanah. Kepada pihak PPAT sebagai pejabat yang berwenang untuk membantu proses peralihan hak atas tanah haruslah selalu mensyaratkan adanya SPPT PBB dalam proses peralihan hak atas tanah tersebut.Kata Kunci: peralihan, hak atas tanah, SPPT,References
Boedi Harsono, 2008, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta
Effendi Perangin, 1990, Mencegah Sengketa Tanah, Rajawali, Jakarta
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, Pustaka Pelajar, Yogjakarta
Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya
Theo Hujibers, 2008, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Kanisius, Yogyakarta
Urip Santoso, 2010, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Kencana, Jakarta