KEDUDUKAN PEREMPUAN MULIH DAHA MENURUT HUKUM ADAT BALI DI BANJAR BINOH KAJA, DESA ADAT POHGADING, KECAMATAN DENPASAR UTARA

  • Agus Manik Suantara Direktorat Jendral Perhubungan Laut
Keywords: Akibat Hukum, Perceraian, Mulih Daha, Hukum Adat Bali, Law Consequences, Divorce, Balinese Customary Law

Abstract

Perkawinan merupakan hak dan kewajiban bagi teruna teruni serta tanggung jawab pemeliharaan dan kelangsungan tempat persembahyangan keluarga ( sanggah / merajan ), tanggung jawab kemasyarakatan ( Banjar , Desa Adat , Subak ). Jika terjadi perceraian seseorang dianggap Sah Sebagai Mulih Daha. Bagaimana kedudukan dan status hukum perempuan dapat dikatakan mulih Daha menurut hukum adat Bali di Banjar Binoh Kaja, Desa Adat Pohgading, Kecamatan Denpasar Utara. Penulis melakukan penelitian hukum empiris. Penelitian hukum empiris adalah suatu penelitian yang beranjak dari adanya kesenjangan antara das sollen dengan das sein yaitu kesenjangan antara teori dengan kenyataan di lapangan. Kesenjangan antara keadaan teoritis dengan fakta hukum. Teknik pengumpulan data yang dugunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, yaitu pengumpulan data yang dilakukan secara lisan dengan mengajukan pertanyaan secara langsung pada responden yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Kembalinya seseorang yang telah bercerai dari perkawinan ngerorod atau perkawinan biasa yang dilakukan oleh pihak perempuan akan diterima dan dipertanggungjawabkan keberadaannya oleh kepala keluarga dengan memasukkan namanya kembali dalam keluarga. Hal ini, dalam adat Bali disebut dengan dikerobpundul. Setelah terjadinya perceraian maka akan menimbulkan akibat-akibat hukum yang telah menjadi konsekuensi yang harus diterima berupa hak dan kewajiban. Marriage is a right and obligation for “ teruna – teruni “, as well as a responsibility to preserve and sustain the familial temple ( sanggah / merajan ), and social responsibility ( Banjar, Desa adat, Subak ). In case of divorce, someone is considered legally as Mulih Daha. How the position and legal status of women to be said as Mulih Daha according to Balinese Customary Law in Banjar Binoh Kaja, Pohgadig Village , North Denpasar District. The writer conducted empirical legal research empirical legas research is a research that departs from the gap between das sollen and das sein, which is the gap between theory and realy. It is the gap between theoretical condition and legal facts. The Technigue of data collection used in this research was interview technigue. The data were collected verbally by inquiring question directly to the respondents who werw related to the problems being studied. The return of a women who has been dirorced from a ngerorod marriage ( ordinary marriage by the women ), will be accepted and accounted for by the head of family by re-entering her name in the family. This is called as dikerobpundul  in Balinese custom. After the divorce, it will cause legal consegmences which must be accepted in the form of right and obligation.

References

I Gusti Ketut Kaler, 2002, Butir-Butir Tercecer Tentang Adat Bali, CV Kayu Mas Agung, Denpasar.

I Ketut Sudantra, I Gusti Ngurah Sudiana, Komang Gede Narendra, 2011, Perkawinan Menurut Hukum Adat Bali, Udayana University Press Kerjasama Bali Shanti Unit Pelayanan Konsultasi Adat/Budaya Bali LPPM Universitas Udayana, Denpasar.

Nyonya Jasmin Oka, 2009, Kedudukan Wanita Dalam Hukum Waris Khususnya Menurut Hukum Adat Bali, Sekretariat Panitia Diskusi Denpasar.

Ni Nyoman Sukerti, 2012, Hak Mewaris Perempuan Dalam Hukum Adat Bali, Kritis Sebuah Studi Kristis, Udayana University Press, Denpasar.

Dominikus Rato, 2011, Hukum Perkawinan dan Waris Adat (Sistem Kekerabatan, Bentuk Perkawinan dan Pola Pewarisan Adat di Indonesia), Laksbang Yustisia, Surabaya,.

Jiwa Atmaja, 2008, Bias Gender Perkawinan Terlarang Pada Masyarakat Bali, Udayana University Press, Denpasar.

VE.Korn, 2000, Hukum Waris Bali, terjemahan dan diberi catatan oleh I Gde Wayan Pangkat, Fakultas Hukum Universitas Udayana.

Hadikusuma, Hilman, 1990, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundang-Undangan, Hukum Adat dan Hukum Agama, Mandar Maju, Bandung.

Indradewi, A. A. S. N. (2013). Eksistensi Pengetahuan Hukum Sebagai Ilmu dan Ilmu Hukum Bersifat Sui Generis Serta Kontribusi Filsafat Ilmu Terhadap Pengembangan Ilmu Hukum. Widyasrama, 21(1).

I Wayan Arka, & Ni Wayan Yudi Erawati. (2021). PASOBAYA MEWARANG DALAM PERKAWINAN PADA GELAHANG DI DESA ADAT CAU TUA KECAMATAN MARGA KABUPATEN TABANAN. Kerta Dyatmika, 18((1), 93-105. Retrieved from http://ejournal.undwi.ac.id/index.php/kertadyatmika/article/view/1139

DEWI, N. M. L. (2016). PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM KORBAN DELIK ADAT LOKIKA SANGGRAHA. Kerta Dyatmika, 13(1).

I Wayan Artana. (2019). KEDUDUKAN HARTA BERSAMA AKIBAT PERCERAIAN MENURUT UNDANG – UNDANG NO 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN. Kerta Dyatmika, 16(1), 1-10. Retrieved from http://ejournal.undwi.ac.id/index.php/kertadyatmika/article/view/903

Awig - Awig Desa Adat Pohgading

Awig - awig Banjar Binoh Kaja, Desa Adat Pohgading.

Published
2022-09-22
How to Cite
Agus Manik Suantara. (2022). KEDUDUKAN PEREMPUAN MULIH DAHA MENURUT HUKUM ADAT BALI DI BANJAR BINOH KAJA, DESA ADAT POHGADING, KECAMATAN DENPASAR UTARA . Kerta Dyatmika, 19(2), 56-65. https://doi.org/10.46650/kd.19.2.1300.56-65