PRIORITAS STRATEGI BISNIS BENIH KERAPU DI KABUPATEN BULELENG PROVINSI BALI
Abstract
Keberhasilan bisnis benih kerapu di Balitidak lepas dari peran Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol. Saat ini, di Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng terdapat 76 unit hatchery Skala Rumah Tangga dan lima unit Hatchery Lengkap. Meskipun bisnis benih kerapu di tingkat hatchery cukup berkembang, tetapi keuntungan yang diperoleh petani hatchery belum optimal. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor lingkungan internal dan eksternal, merumuskan alternatif strategi, menentukan prioritas strategi, dan menentukan implementasi strategi bisnis benih kerapu tingkat hatchery.Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Buleleng pada tahun 2007, dengan pertimbangan bahwa lokasi penelitian merupakan sentra hatchery di Provinsi Bali dan merupakan daerah penghasil benih kerapu terbesar di Indonesia. Kegiatan FGD melibatkan 14 orang pakar yang berasal dari perguruan tinggi, praktisi bisnis, dan instansi pemerintah dan lembaga non-pemerintah. Indikator-indikator faktor internal dan faktor eksternal dievaluasi dengan metode IFAS dan EFAS. Alternatif strategi dirumuskan melalui matriks SWOT, sedangkan prioritas strategi dan prioritas implementasi strategi diputuskan dengan  Analytic Hierarchy Process (AHP).Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan bisnis benih kerapu tingkat hatchery di Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng adalah akses pasar, lapangan pekerjaan bagi masyarakat setempat, letak geografis, jaminan kualitas, kuantitas dan harga, permodalan dan fasilitas perbankan, teknologi budidaya kerapu dan prosesing, dan rantai pemasaran, sedangkan kelemahannya adalah kontinyuitas produksi, manajemen, keuntungan dan resiko usaha, dan layanan Pemkab. Peluang bisnis benih kerapu adalah pertumbuhan ekspor, diversifikasi produk, pertumbuhan ekonomi, suku bunga dan kurs dollar, stabilitas politik/keamanan nasional, kepastian hukum, kebijakan pemerintah pusat, dan perkembangan teknologi, sedangkan ancamannya adalah kebijakan Pemkab, kehadiran eksportir pesaing, dan harga benih kerapu. Alternatif strategi bisnis benih kerapu tingkat hatchery, meliputi pengembangan sentra hatchery benih kerapu, strategi kerja sama pemangku kepentingan bisnis domestik dan internasional, strategi kemitraan bisnis terpadu, dan strategi perbaikan manajemen pemasaran. Prioritas strategi tertinggi adalah pengembangan sentra hatchery benih kerapu, diikuti berturut-turut oleh strategi pembinaan terpadu, strategi kerjasama domestik dan internasional, dan strategi perbaikan manajemen pemasaran. Prioritas implementasi strategi utama adalah penerapan teknologi hatchery tepat guna, diikuti oleh pengembangan pola kemitraan terpadu, peningkatan kualitas SDM di bidang hatchery, membangun prasarana dan sarana hatchery yang memadai, melaksanakan diversifikasi produk, dan pengembangan potensi usaha lokal yang terkait dengan hatchery.Oleh karena itu, perlu dilakukan diversifikasi produk ikan kerapu, utamanya pembesaran ikan kerapu dalam upaya mengoptimalkan keuntungan petani hatchery di Kabupaten Buleleng. Kerjasama antara pelaku bisnis domestik dan internasional dalam bisnis ikan kerapu juga perlu semakin dipererat. Di samping itu, kemitraan bisnis terpadu antara petani hatchery, perusahaan/eksportir ikan kerapu, dan pihak perbankan perlu segera direalisasikan dengan melibatkan pemerintah daerah sebagai penjamin.Kata kunci: benih kerapu di tingkat hatchery, prioritas strategi bisnis, analisis SWOT, Analytic Hierarchy Process (AHP).References
Azis, I.J. (1990). Analytic Hierarchy Process in the Benefits/Cost Framework: A Post-Evaluation of the Trans-Sumatera Highway Project, European Journal of Operational Research, September, vol 48, No. 1.
Azis, I.J. (1996). Resolving Possible Tensions in ASEAN’s Future Trade: Using Analytic Hierarchy Process, ASEAN Economic Bulletin, Vol 12, No. 3, March, Singapore.
Azis, I.J. and Walter Isard (1996). The Use of the Analytic Hierarchy Process in Conflict Analysis and An Extension, Peace Economics, Peace Science and Public Policy, Vol 3, No 3.
Direktorat Jenderal Perikanan (2004). Pengembangan Budidaya Kerapu di Indonesia, DKP, Jakarta.
Gunarto, A. (2003). Profil Teknis Teknologi Budidaya Kerapu di Indonesia, Bidang Pengkajian Kebijakan Teknologi, BPPT, Jakarta
Mintoyo, M. (1999). Pembenihan Ikan Kerapu Macan. Balai Budidaya Laut. Lampung
Render, B. and R.M. Stair, Jr.(2000). Quantitative Analysis for Managemen, 7th Edition, Prentice-Hall, New Jersey
Rimmer, M. (1999). Review of Grouper Hatchery Technology, NACA, Bangkok.
Saaty, R. W. (2004). Why Barzilai’s Criticisms of The AHP Are Incorrect, paper Presented at the Symposium on AHP, Organized by INSAHP, August 6-7, Bandung.
Saaty, T.L. (1994). Decision Making in Economics, Political, Social and Technological Environments With the Analytic Hierarchy Process, vol VII, RWS Publications, Pittsburgh.
Saaty, T.L. (1996). Fundamentals of Decision Making and Priority Theory With The Analytic Hierarchy Process, RWS Publication, Pittsburgh.
Saaty, T.L. (2001). Decision Making With Dependence and Feedback: The Analytic Network Process, RWS Publication, Pittsburgh.
Saaty, T.L. (2003). Time Dependent Decision-Making; Dynamic Priorities in the AHP/ANP: Generalizing from Points to Functions and from Real to Complex Variables, paper presented at the International Seminar on AHP, August 7-9, Bali.
Saaty, T.L. (2004). Scales From Measurement Not Measurement From Scales! Paper Presented for a Symposium on AHP, Organized by INSAHP, August 6-7, Bandung.
Saaty, T.L. and L.G. Vargas (1998). Diagnosis With Dependent Symptoms: Bayes Theorem and the Analytic Hierarchy Process, Operations Research, July-August, Vol. 46, No. 4.
Vidyatmoko, D. (2003). Analisis Klaster Industri Kerapu, Faktor Pendorong dan Penghambat Pengembangan Usaha, Bidang Pengajian Kebijakan Teknologi, BPPT, Jakarta.